Mardani Maming yang Sempat Kabur, Kini Ditahan oleh KPK atas Dugaan Terima Suap Sebesar 104,3 Miliar Rupiah

- 29 Juli 2022, 08:05 WIB
Mardani Maming yang Sempat Kabur, Kini Ditahan oleh KPK atas Dugaan Terima Suap Sebesar 104,3 Miliar Rupiah
Mardani Maming yang Sempat Kabur, Kini Ditahan oleh KPK atas Dugaan Terima Suap Sebesar 104,3 Miliar Rupiah /ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa



HALOCILEGON.COM - KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menduga Mardani Maming (MM) eks Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Utara telah menerima suap uang senilai Rp. 104,3 miliar.

Dijelaskan bahwa penerimaan suap tersebut terkait izin usaha pertambangan (IUP) dalam kurun waktu 2014 sampai 2020.

Dikutip oleh Halocilegon.com dari Pikiran-Rakyat.com dengan judul KPK: Maming Diduga Terima Suap Sebesar Rp104 Miliar pada Jumat, 29 Juli 2022.

"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat konferensi pers, Kamis, 28 Juli 2022.

Maming dalam gelar konstruksi perkara menerima suap saat menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tanah Bumbu pada periode 2010-15 kemudian 2016-2018.

Henry Soetio dari PT. Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada tahun 2010 selaku pihak swasta meminta IUP milik PT. Bangun Karya Pratama Lestari seluas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Henry berusaha untuk menggagalkan rencana tersebut, Maming didekati oleh Henry untuk bernegosiasi dan Henry diperkenalkan dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo pada tahun 2011 yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.

"Dalam pertemuan tersebut, Maming diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio," ujarnya.

Kemudian di bulan Juni 2011, MM membuat Surat Keputusan (SK) tentang IUP OP mengenai peralihan dari PT BKPL ke PT PCN.

Kecurangan ini diduga ditemukan pada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang dibuat tanggal mundur (back date).

Ditambah beberapa pejabat yang berwenang tidak melakukan tanda tangan.

Menurut KPK, peralihan IUP OP tersebut melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Menjelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.

Ditambahkan lagi, Henry diminta oleh Maming untuk mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan yang dikelola oleh PT. Angsana Terminal Utama milik Maming.

"Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu," tutur Alex.

Berikutnya, PT. ATU pada tahun 2012 sudah mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan selama 2 tahun yakni dari 2012 hingga 2014 yang sumber dananya dari Henry.

Dana yang diberikan oleh Henry untuk pembangunan pelabuhan itu beberapa kali diterima oleh orang kepercayaan Maming dengan kedok formalitas perjanjian kerjasama underlying.

Atas perbuatannya tersebut Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.***

Editor: Roby Martin

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x