Kok Justru Banyak Perokok yang Tidak Terkena Kanker Paru-Paru sih? Begini loh Penjelasan Ilmiahnya

- 21 April 2022, 03:40 WIB
Ilustrasi rokok
Ilustrasi rokok /Pixabay/klimkin/

HALOCILEGON - Banyak anggapan kanker paru-paru disebabkan oleh rokok.

Hal ini dibuktikan oleh ilmuwan dari Albert Einstein College of Medicine dengan melakukan penelitian.

Hasil mengungkapkan, hanya sebagian kecil para perokok yang mengidap kanker paru-paru.

Artinya, anggapan umum tersebut tidak mutlak.

Baca Juga: Sering Minum Kopi? Ternyata ini 4 Manfaat Kesehatannya, Berdasarkan Penelitian Ilmiah loh

Dilansir halocilegon.com dari media MedicalXpress pada Kamis, 21 April 2022, studi menujukkan alasan kebanyakan perokok tidak terkena kanker paru-paru.

Temuan ini menjadi bantuan identifikasi bagi perokok yang menghadapi meningkatnya resiko, maka sangat diperlukan pemantauan ketat.

Bagi sebagian, perokok yang mekanisme kuat akan terlindungi dari kanker paru-paru dengan membatasi mutasi.

Dengan ini, bukti mejadi langkah penting untuk pencegahan dan deteksi dini resiko.

Baca Juga: Kena Mental? Lakukan Meditasi Sederhana ini Supaya Dapat Melenyapkannya, Simak Disini

Dapat diupayakan dalam memerangi hingga stadium akhir, mengingat mahalnya kesehatan.

Kini anggapan umum tentang rokok yang memicu mutasi DNA pada sel paru-paru normal menjadi penyakit kanker paru-paru terbukti keliru.

Hambatan itu di atasi dengan mengembangkan metode untuk mengurutkan seluruh genom sel manusia beberapa tahun lalu.

Namun bukan berarti kita bebas merokok seketika.

Baca Juga: Kunci Kebahagiaan Menurut Ki Ageng Suryomentaram, Kamu Bisa Memperolehnya dalam Sekejap

"Tidak ada cara pengukuran akurat mengenai mutasi pada sel normal," kata Jan Vijg, Ph.D., seorang profesor.

Metode pengukuran seluruh genom sel tunggal dapat menimbulkan kesalahan pengurutan, sebab sulit membedakan mutasi yang sesungguhya.

Dr. Vijg terus mengembangkan teknil pengurutan baru, disebut single-cell multiple displacement amplification (SCMDA).

Pada 2017, Nature Methods melaporkan: metode ini memperhitungkan dan mengurangi kesalahan pengurutan.

Baca Juga: 4 Pertanyaan Cak Nun yang Akan Membuat Kamu Mengenali Diri Sendiri, Mau Mencobanya?

Peneliti Einstein menggunakan SCMDA untuk perbandingan lanskap mutasi sel-sel epitel paru-paru normal (sel-sel yang melapisi paru-paru) dari 2 jenis orang: 14 orang tidak pernah merokok pada usia 11-86 tahun, dan 19 perokok usoa 44-81 tahun yang merokok maksimal 116 bungkus (1 bungkus rokok setahun merokok sama dengan 1 bungkus rokok yang di hisap per hari selama 1 tahun).

Hasilnya, mutasi (varian nukleotida tunggal dan penyisipan dan penghapusan kecil) terakumulasi dalam sel paru-paru non perokok seiring bertambahnya usia -sering kali ditemukan mutasi secara signifikan pada sel paru-paru perokok.

Baca Juga: 3 Wujud Keinginan yang Melekat Pada Manusia Menurut Ki Ageng Suryomentaram, Kamu Berkeinginan Apa Sekarang?

"Mungkin, ini salah satu alasan begitu sedikit non perokok terkena kanker paru-paru, sementara 10-20% perokok seumur hidup mengalaminya," kata Dr. Spivack.

Jumlah mutasi sel yang terdeteksi dalam sel paru-paru meningkat sejalan dengan jumlah tahun merokok, sebagai temuan lain penelitian ini -dan, muntkin, resiko kanker paru-paru juga meningkar.

Menariknya, peningkatan mutasi sel berhenti setelah 23 bungkus tahun paparan.

"Tidak ada beban mutasi bagi perokol berat sekalipun," kata Dr. Spivack.

Baca Juga: 3 Penyebab Mengapa Seseorang Sering Mengalami Rasa Cemas Berikut Cara Mengatasinya

"Data kami menunjulkan bahwa orang-orang ini mungki bertahan lama meski merokok berat karena berhasil menekan akumulasi mutasi lebih lanjut. Penuruman mutasi dapat berasal dari orang-orang yang memiliki sistem yang sangat mahir untuk memperbaiki kerusakan DNA atau mendetoksifikasi asap rokok," lanjutnya.

Temuan ini mengarah ke penelitian baru.

Baca Juga: Pentingnya Belas Kasih Dalam Menanggulangi Depresi dan Kecemasan

"Tes baru ingin kami kembangkan yang dapat mengukur kapasitas seseorang untuk perbaikan DNA atau detoksifikasi, yang dapat menjadi tawaran bagi cara baru untuk menilai resiko seseorang terkena kanker paru-paru," kata Dr. Vijg.***

Editor: Syamsul Ma'arif

Sumber: medicalxpress


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah